Bagaimana kabar Sahabat semua hari ini ?, tentunya semoga berbahagia dan sehat selalu. Ok langsung saja ke poko pembicaraan kita yaitu mengenai lobster air tawar pangkep."
PROSPEK USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH
Ada kecenderungan perluasan usaha udang galah di beberapa daerah seperti; Bone, Takalar, dan Bulukumba, merupa-kan salah satu gambaran bahwa usaha budidaya
tersebut menguntungkan.
Dari segi teknis dan teknologi, budidaya udang galah di Sulawesi Selatan dihadapkan kepada kesulitan, karena masalah yang selalu timbul di kalangan petani
ialah tentang bagaimana membuat kondisi kolam pemeliharaan mirip atau mendekati kondisi perairan umum sebagai habitat etmpat udang galah hidup. Keakraban
antara peneliti, penyuluh, dan petani sangatlah penting, dalam rangka mengarahkan petani untuk secara disiplin melakukan/mengikuti prinsip-prinsip manajemen
kolam (sawah) untuk budidaya udang galah. Dalam praktek petani tidak mudah mengikuti disiplin seperti anjuran persyaratan budidaya udang galah. Terbukti pada
percobaan demplot budidaya udang galah di Soppeng, Takalar, dan Bone tahun 2002, 2003, dan 2004, prinsip-prinsip manajemen kolam 9sawah) tidak dapat
sepenuhnya diikuti oleh para petani, dengan berbagai alasan. Namun karena kondisi tanah dan air serta iklim yang mendukung, dengan pelaksanaan yang tidak
sempurna seperti itupun produksi udang galah yang diperoleh dari hasil panen ternyata tidak kalah dengan yang dicapai di negara-negara lain. Jika boleh
dihitung rata-rata hasilnya adalah 793 kg udang galah dan 475 kg ikan mas (Gaffar, dkk., 2003)
Di tinjau dari segi kondisi tanah, air dan ikli, budidaya udang galah di Sulawesi Selatan memiliki prospek yang bagus. Masalah teknologi hanyalah masalah
waktu untuk adaptasi. Waktu untuk adaptasi ini dapat dipercepat jika ada dorongan atau rangsangan ekonomis bagi petani sebagai pengusaha budidaya. Rangsangan
ekonomis inilah yang lebih sulit menciptakannya. Jika masalah permintaan pasar kurang memperoleh perhatian. Penggalakan promosi pemasaran udang galah baik di
luar maupun di dalam negeri perlu dilancarkan. MIsalnya untuk pasar dalam negeri, pengenalan udang galah kepada hotel-hotel berbintang dan restoran-restoran
terkenal, disertai kampanye mengenai mutu dan harga yang menarik. Melalui toko-toko swalayan dan introduksi udang galah dalam bentuk segar/hidup, didinginkan
atau dibekukan dalam kemasan yang menarik. Tujuannya ialah untuk meningkatkan harga-harga, setelah sikap konsumen dapat diubah melalui penyodoran mutu produk
yang baik, maka dengan sendirinya produksi akan meningkat, melalui budidaya.
PELUANG USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH
Peluang untuk pengembangan komoditas ini terletak pada tersedianya paket teknolog, lahan alternatif berupa tambak, dan sawah (Hadie & Hadie., 1993), dan
permintaan pasar dengan harga yang menjanjika. Peluang pasar tersedia dalam dua tujuan utama yaitu pasar dalam negeri (terutama di daerah tujuan wisata) dan
pasar luar negeri, lebih dari 70% produksi adalah untuk ekspor (Ditjen Perikanan, 1995). Peluang usaha dalam budidaya udang galah terdiri atas usaha
pembenihan dan pemasaran.
Peluang Usaha Pembenihan
Benih udang galah merupakan komponen utama dalam sistem budidaya udang galah. Pada saat unit pembenihan udang galah memerlukan air payau sebagai media larva.
Oleh karena itu pembangunan unit pembenihan di pinggir pantai merupakan hal yang ideal.
Dengan modifikasi sistem resirkulasi (Hadie, et.al. 1990) unit ini dapat dikembangkan menjadi skala rumah tangga dan dapat dibangun jauh dari pantai.
Unit-unit pembenihan di Sulawesi Selatan yang ada saat ini baru dua unit, yaitu milik Dinas Perikanan Bone dan Balai Perikanan Takalar, dengan total produksi
benur sekitar 50.000 ekor/tahun, sedangkan milik swasta belum ada. Diluar Sulawesi Selatan, seperti di Jawa Barat terdapat sekitar 1 buah BBUG/UPR dengan
total produksi benur 300.000 ekor/tahun, di Jawa Tengah ada 7 buah dengan produksi benur 11.809.000 ekor/tahun, Jawa Timur ada 3 buah unit, saat ini dalam
keadaan tidak produksi disebabkan oleh kelangkaan dan penurunan mutu induk, dan Bali 9 buah dengan total produksi 7.786.000 ekor/tahun. Jumlah hatchery dan
produksinya terus bertambah sesuai dengan peningkatan benur di wilayah tersebut. Untuk propinsi Bali saja kebutuhan benih saat ini baru terpenuhi sekitar 20%
dari seluruh permintaan. Sedangkan sisanya di datangkan dari daerah luar Bali.
Hasil analisis udaha pembenihan udang galah percontohan Balitkanwar dengan kapasitas 24 ton menunjukkan bahwa rentabilitas ekonomi sebesar 10,6 % untuk
jangka waktu 45 hari jauh di atas bunga bank yang berlaku yaitu sekitar 24 %/thn. Apabila dilihat dari B/C ratio menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk
diusahakan dengan nilai 2,6 (≥1).
Peluang Usaha Pendederan
Kegiatan ini mencakup usaha sebagai penyedia benih siap tebar berukuran 1-5 gram, selain sebagai mata rantai usaha yang ekonomis, juga berdampak terhadap
pengurangan waktu usaha pembesaran (Hadie, et.al., 1990).
Pendederan dapat pula dilakukan di sawah bersama padi, sebagai "penyelang", ataupun sebagai pengganti palawija. Sebagai usaha pengganti palawija, umumnya
dilakukan pada musim kemarau, dengan waktu usaha 40-60 hari, ukuran benih saat tebar 1-5 gram dan hasil udang berukuran � 20 gram. Benih ini dapat diteruskan
pembesaranya di kolam untuk memperoleh udang galah ukuran konsumsi (Hadie et.al., 1994).
Peluang Usaha Pembesaran
Potensi lahan untuk pembesaran udang galah dapat dikembangkan hingga mencapai ketinggian 1 - 600 dpl. Jenis lahan yang sesuai untuk budidaya pembesaran udang
galah adalah kolam, sawah, sawah tambak dan tambak darat. Luas total lahan budidaya di Sulawesi Selatan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya udang galah,
mencapai anatara lain; sawah irigasi untuk minapadi � 100.000 ha, kolam � 1.235 ha, sawah tambak � 800 ha, dan tambak darat � 500 ha (BPS, Ditjen
Perikanan, 2002). Apabila 20 % saja luas tersebut dialokasikan untuk budidaya udang galah maka akan dibutuhkan sekitar � 512.675.000 ekor/mt dan produksi
yang dihasilkan dapat mencapai � 19.224 ton/tahun.
Dari hasil perhitungan analisis usaha pembesaran udang galah tersebut menguntungkan apabila dilihat dari nilai rentabilitas ekonomi yaitu sebesar 18,05%
untuk 4 bulan (satu siklus) masih jauh di atas suku bunga bank yang berlaku saat ini yaitu sekitar 24%/tahun. Nilai B/C ratio yaitu perbandingan antara
keuntungan dengan biaya sebesar 1,6 yang berarti bahwa usaha budidaya udang galah tersebut layak untuk diusulkan (nilai > 1).
Pembesaran udang galah dapat dilaksanakan secara intensif maupun ekstensif, dan juga secara terpadu dengan ayam yang biasa disebut Longyam (Gaffar, dkk.,
2004). Pembesar-an udang galah dapat dilakukan dengan sistem monokultur, polikutur, bersama padi di sawah dengan sistem minapadi jajar legowo yang di
integrasikan dengan ayam buras, atau sebagai pengganti palawija, di tambak dan sawah sebagai lahan alternatif.
Teknologi Pembesaran di Kolam
Kualitas air dan luasan kolam merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam pembesaran udang galah, Luas minimal kolam bagi aktivitas ini adalah 1.000
m2. Luasan kolam usaha juga akan berarti suatu jaminan bagi produksi dan selain itu juga merupakan strategi pasar, karena dapat mengatur panen dan volume
produksi.
Teknologi Pembesaran di Kolam Secara Terpadu
Budidaya udang galah di kolam secara terpadu ditujukan sebagai subtitusi ataupun diverifikasi komoditas (Gaffar, dkk., 2003). Kegiatan ini umumnya dilakukan
secara monokultur, polikultur, maupun terpadu dengan sektor peternakan yang dikenal dengan longyam.
Dalam usaha secara terpadu , maka strategi komoditas yang bernilai tinggi dan relung yang tersedia akan memberikan keuntungan yang besar. Tujuan utamnya
agar ikan yang dipelihara bersama udang tidak bersifat predator tetapi saling menguntungkan.
Teknologi Pembesaran di Sawah
Pemeliharaan di sawah umumnya singkat dan terbatas. Singkat karena waktu yang tersedia tidak bisa sepanjang musim tanam padi, dan terbatas karena harus
memperhatikan padi sebagai komoditas utama (Gaffar, dkk., 2002).
Dengan demikian usaha untuk penyediaan benih siap tebar cocok dilakukan di sawah, baik bersama padi (Suharto, et.al., 1992), maupun pengganti palawija (Hadie
et.al., 1993), ataupun dengan sistem minapadi jajar legowo, yang sekaligus di introduksikan dengan ayam atau itik dengan sistem parlabek (Gaffar, dkk.,
2003).
Pemeliharaan udang galah khusus-nya sebagai pengganti palawija, merupa-kan sistem pemeliharaan yang sangat tepat, baik waktu maupun konstruksi pema-tang
sawah tidak ubahnya dengan kolam biasa yang dapat diatur kedalam airnya, terbebas dari tanaman padi dan waktu pemeliharaan lebih panjang � 60 hari.
Teknologi Pembesaran di Sawah Tambak
Sawah tambak (bono rowo) merupakan suatu lahan spesifik lokasi, yakni terutama di daerah pasang surut yang pengairannya tergantung dari sarana drainase
(pompa). Luas total sawah tambak (konversi lahan sawah menjadi tambak) untuk empat Kabupaten (Maros, Pangkep, Barru, dan Pinrang) luasnya � 800 ha.
Komoditas yang umum diusahakan dalam sawah tambak adalah bandeng, ikan mujair, ikan nila, dan sedikit udang windu. Pemeliharaan udang galah yang dilakukan
secara polikultur dengan ikan lebih menguntungkan dibanding dengan monokultur ikan atau udang windu (Suharto & Ardjadipura., 1990). Introduksi unit
pembenihan skala rumah tangga ke daerah sawah tambak juga merupakan sarana untuk mendukung program pengembangannya (Suharto, et.al, 1994).
Kapasitas produksi benih dari skala rumah tangga ini adalah sebesar 250.000 ekor per tiga bulan (pada kapasitas penuh), maka dalam satu tahun maksimal
mencapai 1.500.000 ekor benih yang adpat mensuplai 20 hektar sawah tambak.
Teknologi Pembesaran di Tambak Darat
Tambak atau khususnya tambak darat dengan kondisi perairan berkadar garam 10 per mil merupakan daearh yang ideal untuk mengembangkan udang galah dilihat dari
segi kimiawi dan biologi (New & Singholka, 1985). Tingkat keberhasilan pembesarannya di tambak terutama terletak pada keberhasilan adaptasi benih di dalam
perairan payau. Hal ini penting karena pada umumnya penampungan benih hingga pendederan menggunakan media air tawar. Kegagalan budidaya udang windu di pantai
Barat dan Timur Sulawesi Selatan, telah menyebabkan sekitar 40% tambak menjadi terlantar. Penggunaan tambak sebagai tempat pemeliharaan udang galah mempunyai
prospek yang sangat baik, mengingat luas dan luasan per unit cukup besar.
PELUANG PEMASARAN
Pemasaran benih udang galah masih terbuka untuk daerah Sulawesi Selatan. Pangsa pasar udang galah konsumsi terdiri atas pasar lokal dan ekspor. Pangsa pasar
lokal seperti ; kebutuhan rumah tangga (perumahan), hotel, dan restoran . Khusus daerah Bali sebagai daerah wisata, permintaan lokal untuk udang galah
konsumsi baru bisa dipenuhi sekitar 20% dari total permintaan dalam satu tahun.
Pasar ekspor hasil perikanan tercatat 50% ditujukan ke Jepang, Singapura, USA, Jerman, Perancis, Tiwan, Belgia, Australia, Belanda, Hongkong, dan Thailand.
Untuk komoditas udang galah pasar luar negeri masih terbuka lebar. Khususnya pasar Eropa, maka berdasarkan Keputusan Komisi No. 94/324/EC yang telah
terdaftar legistation dengan No. 145 tertanggal 10 Juni 1994, bahwa Indonesia telah disetujui sebagai negara pengekspor perikanan ke Eropa (Hadie, et.al.,
2001).
DUKUNGAN HASIL PENELITIAN
Program pemuliaan udang galah yang dilaksanakan oleh Balitkanwar telah menghasilkan varietas udang galah yang cepat tumbuh dan mempunyai edible portion yang
lebih baik. Varietas udang galah tersebut mempunyai keunggulan dalam produktivitas yaitu 30% lebih tinggi dibandingkan dengan udang galah dari stok petani.
Dengan demikian pemanfaat-an varietas baru dari udang galah yang akan di-release oleh Menteri Kelautan dan Perikanan akan berdampak terhadap perbaikan
kualitas benih dan peningkatan produksi udang galah (Hadie, et.al., 2001).
Hasil penelitian Mudjiman (1986) dengan padat penebaran 21.000 ekor/ha, lama pemeliharaan 6 bulan dapat dipanen 600 kg untuk sistem monokultur di tambak
sawah. Petani-petani Sith Caroline, Amrika Serikat, pada tahun 1981 mencoba memelihara udang galah dengan padat penebaran 4 - 6,5 ekor/m2 , hasilnya berkisar
155 - 900 kg/ha, dengan kelulusan hidup 44,2 % (smith, et.al., 1981). Di Thailand budidaya udang galah sudah lebih maju, namun dinyatakan bahwa pakan
merupakan komponen biaya yang paling besar (Taechanuruk dan Stickeney, 1982). Di Texas, Amerika Serikat dengan padat penebaran 9 ekor / m2 menghasilkan 1.120
kg/ha dengan sistem monokultur, sedang dengan sistem polikutur plus ikan 1 ekor/m2 menghasilkan 2.240 kg/ha (Rouse dan Stickeney, 1982). Di Hawai pada tahun
1982 budidaya udang galah sudah memasuki dekade kedua dan tahun 1981 sudah terdapat 100 ha kolam yang dikelola oleh 27 petani udang dengan hasil udang galah
sebanyak 129,5 ton (paterson, et.al., 1982). Di Thailand pada tahun 1980 sudah terdapat 200 petani udang galah, dengan produksi pada tahun 1979 diperkirakan
245 ton; harga rata-rata sekitar US$ 10 - 12,5/kg (Singolka, et.al., 1980).
Budidaya degan sistem campur-an dengan ikan Karper menghasilkan 3.619 kg/ha (Buck, et.al., 1980). Juga dapat dipelihara dengan sistem campuran bersama ikan
Lele (cat fish) (Miltner, et.al., 1981). Bahkan dapat dipelihara di Oasis, Sudi Arabia (Howlader and Turjoman., 1982). Di Indonesia budidaya udang galah
telah dicoba dibayanyak tempat, baik didataran rendah mau[pun di dataran tinggi. Tingkat pertumbuh-annya cukup baik, namun karena harga udang galah waktu
itu rendah (sekitar US$ 2,0 - 2,8 per kg), maka per-kembangannya budidaya jenis udang ini kurang pesat. Tetapi nanti pada akhir tahun 2000, harga udang galah
cukup menggembirakan karena sudah ada investor di Bali yang sudah berani membeli uadng galah Rp 45.000 - Rp 48.000/kg, sedangkan limbahnya sendiri (kepala
udang galah) dapat dibeli seharga Rp 4.000/kg. Dikabupaten Tasikmalaya mulai pada tahun 1989 budidaya udang galah dengan sistem campuran bersama ikan jenis
Tawes dan Nilem telah dicoba untuk dimasyarakatkan, dan sampai tahun 200 sudah berkembang dengan pesatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perikanan, 1995. Statistik Perikanan Indonesia. Statistik propinsi. Jakarta
Direktorat Jenderal Perikanan, 2002. Statistik Perikanan Indonesia, Jakarta. Biro Pusat Statistik, Jakarta
Gaffar, A.T.,&A. Sudiro., 2001. Suatu pemikiran pembangunan perikanan SulSel melalui usaha budidaya udang galah dalam keramba apung di perairan umum.
Makassar
Gaffar, A.T., dan A.M. Pasaribu., 2002. Kajian adaptasi udang galah dan ikan mas di sawah dengan sistem minapadi jajar legowo di Kab. Soppeng, Jurnal
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. PSE. Bogor.
Gaffar, A.T., S.Saleh., & Ilham., 2002. Pengaruh dosis pakan buatan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang galah (M. rosenbergu) pada sistem
usahatani minapadi. Makassar
Gaffar, A.T., Sy.Soadiq., & Makmur., 2002. Pengaruh kombinasi padat penebaran terhadap pertumbuhan dan sintasan udang galah (M.rosenbergii) pada sistem
usahatani minapadi. Makassar.
Gaffar, A.T., & A.M. Psaribu., 2002. Pengaruh baris tanam jajar legowo terhadap pertumbuhan dan sintasan udang galah (M. rosenbergu) yang dibudidayakan
dengan sistem Minapadi. Makassar
Gaffar, A.T. Kahar, Dj. Suryano., 2003. Kajian Polikultur udang galah dan ikan mas yang di integrasikan dengan ayam buras di kolam, Kab. Bone. Laporan
proyek TA. 2003 BPTP Sulawesi Selatan. Makassar.
Gaffar, A.T., Kahar, Dj Suryano., Jamaya Halifah., 2004. GT. Polikultur ayam buras dan ikan mas pada pembesaran udang galah dengan sistem minapadi jajar
legowo di Kab. Bone. Laporan Proyek TA. 2004. BPTP Sulawesi Selatan. Makassar.
Hadie, L.E., W. Hadie dan N. Mulyani. 1990. Ozonisasi dan Filterisasi biologi pada pembenihan udang galah (M. rosenbergii). Buletin Penelitian Perikanan
Darat.
Hadie W., dan H.H. Suharto, dan M. Yunus. 1993. Pengaruh padat penebaran dan penggunaan pakan pada pemeliharaan udang galah (M. rosenbergii) di sawah
bersama padi.
Hadie, W., Jaelani, dan L.E. Hadie., 1992. Padat penebaran berbeda dalam usaha pentokolan benih udang galah dan keragaan produksinya. Pros. Sem. Hasil
penel. perik. Air Tawar. Balitkanwar, Bogor
New, M.B & S. Singholka., 1985. Freswater prawn farming. A. manual for the culture of M. rosenbergii. FAO Fisheries Technical Paper.
Suharto,H.H. & T.Y. Asrdjadipura. 1990. Pengamatan pertumbuhan udang windu (P. monodon) dan udang galah (M. rosenbergii) yang dipelihara di sawah
tambak. Buletin Perik. Darat.
Suharto, H.H. & T.Y. Asrdjadipura. 1992. Produksi udang galah dan bandeng di sawah tambak dengan penggunaan pakan buatan dan pemupukan TSP serta Urea.
Buletin Perik. Darat, Bogor."
Source : http://lobsterpangkep.blogspot.com/2009/04/lokasi-budidaya-lobster-di-daerah.html
PROSPEK USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH
Ada kecenderungan perluasan usaha udang galah di beberapa daerah seperti; Bone, Takalar, dan Bulukumba, merupa-kan salah satu gambaran bahwa usaha budidaya
tersebut menguntungkan.
Dari segi teknis dan teknologi, budidaya udang galah di Sulawesi Selatan dihadapkan kepada kesulitan, karena masalah yang selalu timbul di kalangan petani
ialah tentang bagaimana membuat kondisi kolam pemeliharaan mirip atau mendekati kondisi perairan umum sebagai habitat etmpat udang galah hidup. Keakraban
antara peneliti, penyuluh, dan petani sangatlah penting, dalam rangka mengarahkan petani untuk secara disiplin melakukan/mengikuti prinsip-prinsip manajemen
kolam (sawah) untuk budidaya udang galah. Dalam praktek petani tidak mudah mengikuti disiplin seperti anjuran persyaratan budidaya udang galah. Terbukti pada
percobaan demplot budidaya udang galah di Soppeng, Takalar, dan Bone tahun 2002, 2003, dan 2004, prinsip-prinsip manajemen kolam 9sawah) tidak dapat
sepenuhnya diikuti oleh para petani, dengan berbagai alasan. Namun karena kondisi tanah dan air serta iklim yang mendukung, dengan pelaksanaan yang tidak
sempurna seperti itupun produksi udang galah yang diperoleh dari hasil panen ternyata tidak kalah dengan yang dicapai di negara-negara lain. Jika boleh
dihitung rata-rata hasilnya adalah 793 kg udang galah dan 475 kg ikan mas (Gaffar, dkk., 2003)
Di tinjau dari segi kondisi tanah, air dan ikli, budidaya udang galah di Sulawesi Selatan memiliki prospek yang bagus. Masalah teknologi hanyalah masalah
waktu untuk adaptasi. Waktu untuk adaptasi ini dapat dipercepat jika ada dorongan atau rangsangan ekonomis bagi petani sebagai pengusaha budidaya. Rangsangan
ekonomis inilah yang lebih sulit menciptakannya. Jika masalah permintaan pasar kurang memperoleh perhatian. Penggalakan promosi pemasaran udang galah baik di
luar maupun di dalam negeri perlu dilancarkan. MIsalnya untuk pasar dalam negeri, pengenalan udang galah kepada hotel-hotel berbintang dan restoran-restoran
terkenal, disertai kampanye mengenai mutu dan harga yang menarik. Melalui toko-toko swalayan dan introduksi udang galah dalam bentuk segar/hidup, didinginkan
atau dibekukan dalam kemasan yang menarik. Tujuannya ialah untuk meningkatkan harga-harga, setelah sikap konsumen dapat diubah melalui penyodoran mutu produk
yang baik, maka dengan sendirinya produksi akan meningkat, melalui budidaya.
PELUANG USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH
Peluang untuk pengembangan komoditas ini terletak pada tersedianya paket teknolog, lahan alternatif berupa tambak, dan sawah (Hadie & Hadie., 1993), dan
permintaan pasar dengan harga yang menjanjika. Peluang pasar tersedia dalam dua tujuan utama yaitu pasar dalam negeri (terutama di daerah tujuan wisata) dan
pasar luar negeri, lebih dari 70% produksi adalah untuk ekspor (Ditjen Perikanan, 1995). Peluang usaha dalam budidaya udang galah terdiri atas usaha
pembenihan dan pemasaran.
Peluang Usaha Pembenihan
Benih udang galah merupakan komponen utama dalam sistem budidaya udang galah. Pada saat unit pembenihan udang galah memerlukan air payau sebagai media larva.
Oleh karena itu pembangunan unit pembenihan di pinggir pantai merupakan hal yang ideal.
Dengan modifikasi sistem resirkulasi (Hadie, et.al. 1990) unit ini dapat dikembangkan menjadi skala rumah tangga dan dapat dibangun jauh dari pantai.
Unit-unit pembenihan di Sulawesi Selatan yang ada saat ini baru dua unit, yaitu milik Dinas Perikanan Bone dan Balai Perikanan Takalar, dengan total produksi
benur sekitar 50.000 ekor/tahun, sedangkan milik swasta belum ada. Diluar Sulawesi Selatan, seperti di Jawa Barat terdapat sekitar 1 buah BBUG/UPR dengan
total produksi benur 300.000 ekor/tahun, di Jawa Tengah ada 7 buah dengan produksi benur 11.809.000 ekor/tahun, Jawa Timur ada 3 buah unit, saat ini dalam
keadaan tidak produksi disebabkan oleh kelangkaan dan penurunan mutu induk, dan Bali 9 buah dengan total produksi 7.786.000 ekor/tahun. Jumlah hatchery dan
produksinya terus bertambah sesuai dengan peningkatan benur di wilayah tersebut. Untuk propinsi Bali saja kebutuhan benih saat ini baru terpenuhi sekitar 20%
dari seluruh permintaan. Sedangkan sisanya di datangkan dari daerah luar Bali.
Hasil analisis udaha pembenihan udang galah percontohan Balitkanwar dengan kapasitas 24 ton menunjukkan bahwa rentabilitas ekonomi sebesar 10,6 % untuk
jangka waktu 45 hari jauh di atas bunga bank yang berlaku yaitu sekitar 24 %/thn. Apabila dilihat dari B/C ratio menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk
diusahakan dengan nilai 2,6 (≥1).
Peluang Usaha Pendederan
Kegiatan ini mencakup usaha sebagai penyedia benih siap tebar berukuran 1-5 gram, selain sebagai mata rantai usaha yang ekonomis, juga berdampak terhadap
pengurangan waktu usaha pembesaran (Hadie, et.al., 1990).
Pendederan dapat pula dilakukan di sawah bersama padi, sebagai "penyelang", ataupun sebagai pengganti palawija. Sebagai usaha pengganti palawija, umumnya
dilakukan pada musim kemarau, dengan waktu usaha 40-60 hari, ukuran benih saat tebar 1-5 gram dan hasil udang berukuran � 20 gram. Benih ini dapat diteruskan
pembesaranya di kolam untuk memperoleh udang galah ukuran konsumsi (Hadie et.al., 1994).
Peluang Usaha Pembesaran
Potensi lahan untuk pembesaran udang galah dapat dikembangkan hingga mencapai ketinggian 1 - 600 dpl. Jenis lahan yang sesuai untuk budidaya pembesaran udang
galah adalah kolam, sawah, sawah tambak dan tambak darat. Luas total lahan budidaya di Sulawesi Selatan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya udang galah,
mencapai anatara lain; sawah irigasi untuk minapadi � 100.000 ha, kolam � 1.235 ha, sawah tambak � 800 ha, dan tambak darat � 500 ha (BPS, Ditjen
Perikanan, 2002). Apabila 20 % saja luas tersebut dialokasikan untuk budidaya udang galah maka akan dibutuhkan sekitar � 512.675.000 ekor/mt dan produksi
yang dihasilkan dapat mencapai � 19.224 ton/tahun.
Dari hasil perhitungan analisis usaha pembesaran udang galah tersebut menguntungkan apabila dilihat dari nilai rentabilitas ekonomi yaitu sebesar 18,05%
untuk 4 bulan (satu siklus) masih jauh di atas suku bunga bank yang berlaku saat ini yaitu sekitar 24%/tahun. Nilai B/C ratio yaitu perbandingan antara
keuntungan dengan biaya sebesar 1,6 yang berarti bahwa usaha budidaya udang galah tersebut layak untuk diusulkan (nilai > 1).
Pembesaran udang galah dapat dilaksanakan secara intensif maupun ekstensif, dan juga secara terpadu dengan ayam yang biasa disebut Longyam (Gaffar, dkk.,
2004). Pembesar-an udang galah dapat dilakukan dengan sistem monokultur, polikutur, bersama padi di sawah dengan sistem minapadi jajar legowo yang di
integrasikan dengan ayam buras, atau sebagai pengganti palawija, di tambak dan sawah sebagai lahan alternatif.
Teknologi Pembesaran di Kolam
Kualitas air dan luasan kolam merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam pembesaran udang galah, Luas minimal kolam bagi aktivitas ini adalah 1.000
m2. Luasan kolam usaha juga akan berarti suatu jaminan bagi produksi dan selain itu juga merupakan strategi pasar, karena dapat mengatur panen dan volume
produksi.
Teknologi Pembesaran di Kolam Secara Terpadu
Budidaya udang galah di kolam secara terpadu ditujukan sebagai subtitusi ataupun diverifikasi komoditas (Gaffar, dkk., 2003). Kegiatan ini umumnya dilakukan
secara monokultur, polikultur, maupun terpadu dengan sektor peternakan yang dikenal dengan longyam.
Dalam usaha secara terpadu , maka strategi komoditas yang bernilai tinggi dan relung yang tersedia akan memberikan keuntungan yang besar. Tujuan utamnya
agar ikan yang dipelihara bersama udang tidak bersifat predator tetapi saling menguntungkan.
Teknologi Pembesaran di Sawah
Pemeliharaan di sawah umumnya singkat dan terbatas. Singkat karena waktu yang tersedia tidak bisa sepanjang musim tanam padi, dan terbatas karena harus
memperhatikan padi sebagai komoditas utama (Gaffar, dkk., 2002).
Dengan demikian usaha untuk penyediaan benih siap tebar cocok dilakukan di sawah, baik bersama padi (Suharto, et.al., 1992), maupun pengganti palawija (Hadie
et.al., 1993), ataupun dengan sistem minapadi jajar legowo, yang sekaligus di introduksikan dengan ayam atau itik dengan sistem parlabek (Gaffar, dkk.,
2003).
Pemeliharaan udang galah khusus-nya sebagai pengganti palawija, merupa-kan sistem pemeliharaan yang sangat tepat, baik waktu maupun konstruksi pema-tang
sawah tidak ubahnya dengan kolam biasa yang dapat diatur kedalam airnya, terbebas dari tanaman padi dan waktu pemeliharaan lebih panjang � 60 hari.
Teknologi Pembesaran di Sawah Tambak
Sawah tambak (bono rowo) merupakan suatu lahan spesifik lokasi, yakni terutama di daerah pasang surut yang pengairannya tergantung dari sarana drainase
(pompa). Luas total sawah tambak (konversi lahan sawah menjadi tambak) untuk empat Kabupaten (Maros, Pangkep, Barru, dan Pinrang) luasnya � 800 ha.
Komoditas yang umum diusahakan dalam sawah tambak adalah bandeng, ikan mujair, ikan nila, dan sedikit udang windu. Pemeliharaan udang galah yang dilakukan
secara polikultur dengan ikan lebih menguntungkan dibanding dengan monokultur ikan atau udang windu (Suharto & Ardjadipura., 1990). Introduksi unit
pembenihan skala rumah tangga ke daerah sawah tambak juga merupakan sarana untuk mendukung program pengembangannya (Suharto, et.al, 1994).
Kapasitas produksi benih dari skala rumah tangga ini adalah sebesar 250.000 ekor per tiga bulan (pada kapasitas penuh), maka dalam satu tahun maksimal
mencapai 1.500.000 ekor benih yang adpat mensuplai 20 hektar sawah tambak.
Teknologi Pembesaran di Tambak Darat
Tambak atau khususnya tambak darat dengan kondisi perairan berkadar garam 10 per mil merupakan daearh yang ideal untuk mengembangkan udang galah dilihat dari
segi kimiawi dan biologi (New & Singholka, 1985). Tingkat keberhasilan pembesarannya di tambak terutama terletak pada keberhasilan adaptasi benih di dalam
perairan payau. Hal ini penting karena pada umumnya penampungan benih hingga pendederan menggunakan media air tawar. Kegagalan budidaya udang windu di pantai
Barat dan Timur Sulawesi Selatan, telah menyebabkan sekitar 40% tambak menjadi terlantar. Penggunaan tambak sebagai tempat pemeliharaan udang galah mempunyai
prospek yang sangat baik, mengingat luas dan luasan per unit cukup besar.
PELUANG PEMASARAN
Pemasaran benih udang galah masih terbuka untuk daerah Sulawesi Selatan. Pangsa pasar udang galah konsumsi terdiri atas pasar lokal dan ekspor. Pangsa pasar
lokal seperti ; kebutuhan rumah tangga (perumahan), hotel, dan restoran . Khusus daerah Bali sebagai daerah wisata, permintaan lokal untuk udang galah
konsumsi baru bisa dipenuhi sekitar 20% dari total permintaan dalam satu tahun.
Pasar ekspor hasil perikanan tercatat 50% ditujukan ke Jepang, Singapura, USA, Jerman, Perancis, Tiwan, Belgia, Australia, Belanda, Hongkong, dan Thailand.
Untuk komoditas udang galah pasar luar negeri masih terbuka lebar. Khususnya pasar Eropa, maka berdasarkan Keputusan Komisi No. 94/324/EC yang telah
terdaftar legistation dengan No. 145 tertanggal 10 Juni 1994, bahwa Indonesia telah disetujui sebagai negara pengekspor perikanan ke Eropa (Hadie, et.al.,
2001).
DUKUNGAN HASIL PENELITIAN
Program pemuliaan udang galah yang dilaksanakan oleh Balitkanwar telah menghasilkan varietas udang galah yang cepat tumbuh dan mempunyai edible portion yang
lebih baik. Varietas udang galah tersebut mempunyai keunggulan dalam produktivitas yaitu 30% lebih tinggi dibandingkan dengan udang galah dari stok petani.
Dengan demikian pemanfaat-an varietas baru dari udang galah yang akan di-release oleh Menteri Kelautan dan Perikanan akan berdampak terhadap perbaikan
kualitas benih dan peningkatan produksi udang galah (Hadie, et.al., 2001).
Hasil penelitian Mudjiman (1986) dengan padat penebaran 21.000 ekor/ha, lama pemeliharaan 6 bulan dapat dipanen 600 kg untuk sistem monokultur di tambak
sawah. Petani-petani Sith Caroline, Amrika Serikat, pada tahun 1981 mencoba memelihara udang galah dengan padat penebaran 4 - 6,5 ekor/m2 , hasilnya berkisar
155 - 900 kg/ha, dengan kelulusan hidup 44,2 % (smith, et.al., 1981). Di Thailand budidaya udang galah sudah lebih maju, namun dinyatakan bahwa pakan
merupakan komponen biaya yang paling besar (Taechanuruk dan Stickeney, 1982). Di Texas, Amerika Serikat dengan padat penebaran 9 ekor / m2 menghasilkan 1.120
kg/ha dengan sistem monokultur, sedang dengan sistem polikutur plus ikan 1 ekor/m2 menghasilkan 2.240 kg/ha (Rouse dan Stickeney, 1982). Di Hawai pada tahun
1982 budidaya udang galah sudah memasuki dekade kedua dan tahun 1981 sudah terdapat 100 ha kolam yang dikelola oleh 27 petani udang dengan hasil udang galah
sebanyak 129,5 ton (paterson, et.al., 1982). Di Thailand pada tahun 1980 sudah terdapat 200 petani udang galah, dengan produksi pada tahun 1979 diperkirakan
245 ton; harga rata-rata sekitar US$ 10 - 12,5/kg (Singolka, et.al., 1980).
Budidaya degan sistem campur-an dengan ikan Karper menghasilkan 3.619 kg/ha (Buck, et.al., 1980). Juga dapat dipelihara dengan sistem campuran bersama ikan
Lele (cat fish) (Miltner, et.al., 1981). Bahkan dapat dipelihara di Oasis, Sudi Arabia (Howlader and Turjoman., 1982). Di Indonesia budidaya udang galah
telah dicoba dibayanyak tempat, baik didataran rendah mau[pun di dataran tinggi. Tingkat pertumbuh-annya cukup baik, namun karena harga udang galah waktu
itu rendah (sekitar US$ 2,0 - 2,8 per kg), maka per-kembangannya budidaya jenis udang ini kurang pesat. Tetapi nanti pada akhir tahun 2000, harga udang galah
cukup menggembirakan karena sudah ada investor di Bali yang sudah berani membeli uadng galah Rp 45.000 - Rp 48.000/kg, sedangkan limbahnya sendiri (kepala
udang galah) dapat dibeli seharga Rp 4.000/kg. Dikabupaten Tasikmalaya mulai pada tahun 1989 budidaya udang galah dengan sistem campuran bersama ikan jenis
Tawes dan Nilem telah dicoba untuk dimasyarakatkan, dan sampai tahun 200 sudah berkembang dengan pesatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perikanan, 1995. Statistik Perikanan Indonesia. Statistik propinsi. Jakarta
Direktorat Jenderal Perikanan, 2002. Statistik Perikanan Indonesia, Jakarta. Biro Pusat Statistik, Jakarta
Gaffar, A.T.,&A. Sudiro., 2001. Suatu pemikiran pembangunan perikanan SulSel melalui usaha budidaya udang galah dalam keramba apung di perairan umum.
Makassar
Gaffar, A.T., dan A.M. Pasaribu., 2002. Kajian adaptasi udang galah dan ikan mas di sawah dengan sistem minapadi jajar legowo di Kab. Soppeng, Jurnal
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. PSE. Bogor.
Gaffar, A.T., S.Saleh., & Ilham., 2002. Pengaruh dosis pakan buatan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang galah (M. rosenbergu) pada sistem
usahatani minapadi. Makassar
Gaffar, A.T., Sy.Soadiq., & Makmur., 2002. Pengaruh kombinasi padat penebaran terhadap pertumbuhan dan sintasan udang galah (M.rosenbergii) pada sistem
usahatani minapadi. Makassar.
Gaffar, A.T., & A.M. Psaribu., 2002. Pengaruh baris tanam jajar legowo terhadap pertumbuhan dan sintasan udang galah (M. rosenbergu) yang dibudidayakan
dengan sistem Minapadi. Makassar
Gaffar, A.T. Kahar, Dj. Suryano., 2003. Kajian Polikultur udang galah dan ikan mas yang di integrasikan dengan ayam buras di kolam, Kab. Bone. Laporan
proyek TA. 2003 BPTP Sulawesi Selatan. Makassar.
Gaffar, A.T., Kahar, Dj Suryano., Jamaya Halifah., 2004. GT. Polikultur ayam buras dan ikan mas pada pembesaran udang galah dengan sistem minapadi jajar
legowo di Kab. Bone. Laporan Proyek TA. 2004. BPTP Sulawesi Selatan. Makassar.
Hadie, L.E., W. Hadie dan N. Mulyani. 1990. Ozonisasi dan Filterisasi biologi pada pembenihan udang galah (M. rosenbergii). Buletin Penelitian Perikanan
Darat.
Hadie W., dan H.H. Suharto, dan M. Yunus. 1993. Pengaruh padat penebaran dan penggunaan pakan pada pemeliharaan udang galah (M. rosenbergii) di sawah
bersama padi.
Hadie, W., Jaelani, dan L.E. Hadie., 1992. Padat penebaran berbeda dalam usaha pentokolan benih udang galah dan keragaan produksinya. Pros. Sem. Hasil
penel. perik. Air Tawar. Balitkanwar, Bogor
New, M.B & S. Singholka., 1985. Freswater prawn farming. A. manual for the culture of M. rosenbergii. FAO Fisheries Technical Paper.
Suharto,H.H. & T.Y. Asrdjadipura. 1990. Pengamatan pertumbuhan udang windu (P. monodon) dan udang galah (M. rosenbergii) yang dipelihara di sawah
tambak. Buletin Perik. Darat.
Suharto, H.H. & T.Y. Asrdjadipura. 1992. Produksi udang galah dan bandeng di sawah tambak dengan penggunaan pakan buatan dan pemupukan TSP serta Urea.
Buletin Perik. Darat, Bogor."
Source : http://lobsterpangkep.blogspot.com/2009/04/lokasi-budidaya-lobster-di-daerah.html
         Sekian bahasan tentang lobster air tawar pangkep ini dan penutup dari saya semoga berkenan di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
0 Komentar untuk "lobster air tawar pangkep"