Selamat bertemu kembali Sobat semua !, saya harap Sobat semua masih dalam keaadaan sehat dan bahagia. Dalam kesempatan ini kita akan mengupas tentang KEBIJAK TERKAIT SAMPAH DARI PEMERINTAHAN PUSAT SAMPAI DAERAH."
"
Source : http://kampunghijau1.blogspot.com/2011/02/kebijak-terkait-sampah-dari.html
Sampah merupakan salah satu produk dunia modern yang sangat sulit untuk dipecahkan. Setiap saat manusia modern menghasilkan sampah dalam jumlah yang tidak sedikit. Setiap individu setiap hari membuang sampah sebagai akibat pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan alasan kebersihan dan keindahan, banyak kebutuhan manusia yang dikemas dalam pembungkus yang jelas akan menjadi sampah.
Urusan sampah menjadi persoalan tersendiri bagi setiap pemerintah kabupaten/ kota. Bahkan sebuah kota besar pernah dinobatkan menjadi kota terkotor di Indonesia dengan tumpukan sampah hampir di setiap sudut kota. Oleh karena itu, s
ebagai upaya untuk mengurangi persoalan yang timbul akibat sampah yang tidak terkelola dengan baik, diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (selanjutnya disebut UU Pengelolaan Sampah), pada tanggal 7 Mei 2008.Menurut ketentuan Pasal 4 UU Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintahan daerah (provinsi serta kabupaten/ kota) bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan tersebut.
Terdapat tujuh tugas pemerintah dalam hal tersebut.
1.����� Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.
2.����� Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah.
3.����� Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah.
4.����� Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah.
5.����� Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah, seperti kompos, pupuk, biogas, potensi energi, dan hasil daur ulang lain.
6.����� Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah.
7.����� �Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah �Republik Indonesia mempunyai lima kewenangan.
1.����� Menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah.
2.����� Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah. Ketiga,
3.����� Memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah.
4.����� Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah.
5.����� �Menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan sampah.
Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan provinsi mempunyai empat kewenangan. Pertama,
1.����� Menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan kebijakan Pemerintah.
2.����� Memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah.
3.����� Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah.
4.����� �Memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah antarkabupaten/antarkota dalam provinsi yang bersangkutan.
Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/ kota mempunyai enam kewenangan.
1.����� Menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi.
2.����� Menyelenggarakan pengelolaan sampah �seperti penyediaan tempat penampungan sampah, alat angkut sampah, tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah- skala kabupaten/ kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
3.����� Melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain.
4.����� Menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan atau tempat pemrosesan akhir sampah, yang merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/ kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5.����� Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup.
6.����� Menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya.
Menurut ketentuan Pasal 11 UU Pengelolaan Sampah, di bidang pengelolaan sampah, setiap orang mempunyai enam hak.
1.����� Mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah RI, pemerintah daerah, dan atau pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu.
2.����� Berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah.
3.����� Memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah.
4.����� Mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah.
5.����� Memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan.
Di samping memiliki hak, di bidang pengelolaan sampah, setiap orang juga mempunyai kewajiban. Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan, yang harus diatur dengan peraturan daerah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 UU Pengelolaan Sampah, Pemerintah RI dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah, yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah. Di samping itu, Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.
Menurut ketentuan Pasal 29 UU Pengelolaan Sampah, terdapat tujuh larangan di bidang pengelolaan sampah bagi setiap orang.
1.����� Pertama, memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.����� Mengimpor sampah.
3.����� Mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun.
4.����� Mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan.
5.����� Membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan.
6.����� Melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir.
7.����� Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan pertama, ketiga, dan keempat diatur dengan peraturan pemerintah. Sedangkan mengenai larangan kelima, keenam, dan ketujuh di atas diatur dengan peraturan daerah kabupaten/ kota, yang dapat menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda.
Peraturan daerah kabupaten/ kota berkaitan dengan UU Pengelolaan Sampah dapat memuat ketentuan bahwa bupati/walikota dapat menerapkan sanksi administratif kepada pengelola sampah yang melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan. Sanksi administratif tersebut dapat berupa paksaan pemerintah atau bestuurdwang/ executive coercion, uang paksa, dan atau pencabutan izin.
Selain mengatur tentang sanksi administratif, UU Pengelolaan Sampah juga memuat ancaman pidana yang cukup berat. Menurut ketentuan Pasal 39 UU Pengelolaan Sampah, setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan atau mengimpor sampah rumah tangga dan atau sampah sejenis sampah rumah tangga ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan atau mengimpor sampah spesifik ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Yang dimaksud dengan sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
Menurut ketentuan Pasal 40 UU Pengelolaan Sampah, pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan orang mati atau luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Menurut ketentuan Pasal 41 UU Pengelolaan Sampah, pengelola sampah yang karena kealpaannya melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Jika tindak pidana tersebut �mengakibatkan orang mati atau luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dengan adanya UU Pengelolaan Sampah, diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan sampah hingga dapat menikmati hasil dari pengelolaan sampah yang baik. Sementara itu, pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan sampah pada saat diundangkannya UU Pengelolaan Sampah wajib membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan sampah paling lama 1 (satu) tahun. Di pihak lain, pemerintah daerah juga diharapkan dapat segera menerbitkan peraturan daerah yang diamanatkan oleh UU Pengelolaan Sampah, selambat-lambatnya pada tanggal 6 Mei 2011. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 44 UU Pengelolaan Sampah, pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya UU Pengelolaan Sampah.
Pemerintah daerah juga harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya UU Pengelolaan Sampah.
Penulis adalah lektor pada Sekolah Tinggi Hukum Galunggung, Wakil Ketua Dewan Pendidikan Kota Tasikmalaya
Source : http://kampunghijau1.blogspot.com/2011/02/kebijak-terkait-sampah-dari.html
Madah diungkap santun bitara
Pantun dilantun mengusik hati
Salah dan silap tutur bicara
Pohon diampun seikhlas hati
0 Komentar untuk "KEBIJAK TERKAIT SAMPAH DARI PEMERINTAHAN PUSAT SAMPAI DAERAH"